•
Sejarah
perkembangan ekonomi Indonesia dibagi dalam lima tahap:
1.
Orde Lama (1945
– 1965)
Ciri-cirinya : Keadaan ekonomi mengalami stagflasi
(stagnasi dan inflasi). Defisit saldo neraca pembayaran dan defisit keuangan
pemerintah sangat besar (1965 : defisit 200% APBN). Jumlah pendapatan
pemerintah rata-rata Rp 151 juta (’55-65), Orde Lama (1945 – 1965) sedangkan pengeluaran rata-rata 359 juta atau lebih
dari 100% pendapatan. Kegiatan sektor pertanian dan sektor industri manufaktur
relatif terhenti karena keterbatasan kapasitas produksi dan infrastruktur
pendukung. Tingkat inflasi
sangat tinggi, mencapai lebih dari 300 - 500% per tahun. Dalam sistem
pemerintahan diterapkan beberapa sistem dari demokrasi liberal (1949-1956),
kemudian demokrasi terpimpin (1957-1965).
Banyak terjadi konflik politik untuk merebut kekuasaan di antara
sejumlah partai, hal ini disebabkan oleh jumlah partai yang cukup banyak.
Adanya usaha untuk melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan asing yang
dulunya milik pemerintah Belanda. Rata-rata pertumbuhan ekonomi selama dekade
1950-an 7%/tahun, turun menjadi 1,9% pada tahun 1965-1966
bahkan nyaris terjadi stagflasi. Selama periode
50-an struktur ekonomi Indonesia masih peninggalan zaman kolonialisme. Sektor
yang mendominasi pertambangan, distribusi, transportasi, bank, dan pertanian
komersil.
2.
Orde Baru (Maret
1966 – Mei 1998)
Ciri-cirinya :
• Orde baru memiliki perhatian kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air.
• Orde baru menjalin kerjasama dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis.
• Sebelum melakukan pembangunan Repelita, dilakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri.
Sasaran kebijakan terutama untuk menekan kembali tingkat
inflasi, mengurangi defisit keuangan
pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor yang
sempat mengalami stagnasi pada Orde Lama. Penyusunan rencana Pelita secara bertahap dengan target-target yang jelas sangat dihargai
oleh negara-negara Barat.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi
pada masa Orde Baru : Meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar, yang pada
saat itu dianggap sebagai satu-satunya cara yang paling tepat dan efektif untuk
menanggulangi masalah-masalah ekonomi, seperti kesempatan kerja dan defisit
neraca pembayaran.
• Terjadi perubahan struktural dalam perekonomian Indonesia selama masa Orde Baru jika dilihat dari perubahan pangsa PDB (Produk Domestik Bruto), terutama dari sektor industri.
• Kontribusi sektor industri sekitar 8% (1960) menjadi 12% (1983). Hal ini menunjukkan terjadinya proses industrialisasi atau transformasi ekonomi dari negara agraris menuju semiindustri.
• Pada level meso (tengah) dan mikro, pembangunan tidak terlalu berhasil : jumlah kemiskinan tinggi, kesenjangan ekonomi meningkat di akhir 90-an. Secara umum dalam Orde Baru terjadi perubahan orientasi kebijakan ekonomi yang semula bersifat tertutup di Orde Lama menjadi terbuka pada Orde Baru.
Perkembangan ekonomi masa Orde Baru lebih baik
dari Orde Lama disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Kemauan Politik yang kuat dari pemerintah untuk melakukan pembangunan atau melakukan perubahan kondisi ekonomi.
2. Stabilitas politik dan ekonomi yang lebih baik daripada masa Orde Lama. Pemerintah Orde Baru berhasil menekan inflasi. Mereka juga berhasil menyatukan bangsa dan kelompok masyarakat serta meyakinkan mereka bahwa pembangunan ekonomi dan sosial adalah jalan satu-satunya agar kesejahteraan masyarakat di Indonesia dapat meningkat.
3. Sumber daya manusia yang lebih baik.
• SDM di masa ORBA memiliki kemampuan untuk menyusun program dan strategi pembangunan dengan kebijakan-kebijakan yang terkait serta mampu mengatur ekonomi makro secara baik.
4. Sistem politik dan ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat. Hal ini sangat membantu khususnya dalam mendapatkan pinjaman luar negeri, PMA dan transfer teknologi serta ilmu pengetahuan.
• Kondisi ekonomi dan politik dunia yang lebih baik. Selain terjadi oil boom (tingkat produksi minyak dan harganya yang meningkat), juga kondisi ekonomi dan politik dunia pada era ORBA khususnya setelah perang dingin berakhir, jauh lebih baik daripada semasa ORLA.
3.
Pemerintahan
Transisi
ciri-cirinya :
•Diawali dengan
melemahnya nilai tukar baht Thailand terhadap USD pada Mei 1997, sehingga para
investor mengambil keputusan jual baht untuk beli USD.
•Melemahnya baht
merambah sampai ke mata uang Asia lainnya (Ringgit Malaysia hingga Rupiah). Hal
ini menyebabkan terjadinya krisis keuangan di Asia.
•Nilai tukar Rupiah
terus melemah terhadap USD, pemerintah melakukan intervensi dengan memperluas
rentang intervensi. Namun hal itu tidak banyak membantu pemulihan nilai tukar
rupiah thd USD. Pada Oktober 1997, pemerintah memutuskan meminta bantuan
keuangan pada IMF.
•Paket bantuan I
sebesar USD 40 Milyar diturunkan pada akhir Okt 1997. Bantuan tersebut diikuti
dengan persyaratan penutupan atau pencabutan izin usaha 16 bank swasta yang
dinilai tidak sehat. Setelah paket bantuan, justru nilai tukar Rp semakin
melemah. Akhirnya
pemerintah membuat kesepakatan dengan IMF dalam bentuk
Letter of Intent (LoI) pada Januari 1998. LoI berisi 50 butir kebijakan
mencakup ekonomi makro (fiskal dan moneter), restrukturisasi sektor keuangan,
dan reformasi struktural.
•Di bidang fiskal :
penegasan penggunaan prinsip anggaran berimbang pada APBN, usaha pengurangan
pengeluaran pemerintah (menghilangkan subsidi BBM dan listrik), membatalkan sejumlah proyek infrastruktur yang besar,
serta peningkatan pendapatan pemerintah. Setelah gagal dengan kesepakatan
pertama, dibuat lagi kesepakatan baru pada Maret 1998 dengan nama Memorandum
Tambahan tentang Kebijakan Ekonomi dan Keuangan (MTKEK).
Memorandum tambahan itu antara lain :
•Program
stabilisasi, dengan tujuan utama menstabilkan pasar uang dan mencegah inflasi.
•Restrukturisasi
perbankan dengan tujuan untuk menyehatkan perbankan nasional.
•Reformasi
struktural dalam perekonomian.
•Penyelesaian utang
luar negeri swasta dengan melibatkan pemerintah.
•Bantuan untuk
rakyat kecil sebagai kompensasi penurunan subsidi BBM dan listrik. Pada periode
ini masih dipimpin oleh Soeharto, namun pada akhir Mei 1998, terjadi gerakan
mahasiswa untuk menurunkannya.
•Soeharto kemudian
digantikan oleh Habibie yang merupakan awal terbentuknya pemerintahan transisi.
•Disebut dengan
transisi karena seharusnya melakukan perubahan (reformasi) terhadap apa yang
sudah dilakukan pemerintahan sebelumnya, tetapi ternyata pemerintahan yang baru
ini masih dianggap bagian dari gaya Orde Baru dan tidak ada perubahan yang
nyata dalam perekonomian.
4. Pemerintahan Reformasi
•
Pada tahun 1999
dilakukan Pemilu, dengan kemenangan PDI Perjuangan. Pada saat SU MPR terpilih
Gus Dur dan Megawati sebagai pasangan Presiden dan Wapres. Pada awal
pemerintahannya, kalangan masyarakat menaruh harapan besar thd kemampuan dan
kesungguhan Gus Dur utk mengembalikan perekonomian dan menuntaskan masalah yang
ada.
• Dibanding tahun
1998, pada tahun 1999 keadaan ekonomi relatif membaik, laju PDB mulai positif.
Tahun 2000 bahkan mencapai 5%, laju inflasi dan suku bunga juga dapat ditekan.
• Namun kondisi itu
tidak bertahan lama, karena Gus Dur mengeluarkan ucapan-ucapan yang seringkali
kontroversial dan membingungkan pelaku bisnis, sehingga perekonomian kembali
menurun. Selama pemerintahannya, hampir tidak ada permasalahan dalam negeri
yang dapat terselesaikan dengan baik.
• Country risk
Indonesia, shg pelaku bisnis menjadi enggan masuk ke Indonesia. Perkembangan
indikator ekonomi Indonesia (IHSG menunjukkan trend pertumbuhan negatif), kurs
Rp kembali turun ke level Rp 10.000,00/USD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar